Nama Bengkulu berasal dari nama sungai Bangkahulu yang berarti pinang yang hanyut dari haluan atau hulu. Propinsi Bengkulu terletak Sumatra bagian selatan di bagian barat yaitu pada garis lintang 2018- 400 L.S. dan 1010-1030 B.T. Secara administratif propinsi ini berbatasan dengan Sumatra Barat, Jambi, Sumatra selatan, propinsi Lampung dan Samudra Indonesia. Daerahnya terbagi atas tiga jalur yakni daratan pantai, daratan lerang, pegugungan dan jalur pegunungan. Wilayah yang bergunung-gunung dengan puncaknya yang tinggi seperti gunung Seblat, gunung Dempo, gunung Tangamus dan lain-lain, diseling pula oleh hutan tropis yang lebat. Sungai yang besar adalah sungai Musi bagian hulu, mengalir ke pantai utara pulau Sumatra dan sungai Katahun yang mengalir ke pantai selatan. Propinsi Bengkulu sebagian besar merupakan daerah subu, karena curah hujan cukup memadai. Sejak dahulu Bengkulu sudah terkenal sebagai pengahasil lada. selain itu juga hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Dari pertambangannya, dapat menghasilkan emas dan perak yang terdapat di Rejang Lebong dan Musi Hulu.
Hutan-hutan yang ada di daerah ini masih dihuni oleh berbagai jenis binatang liar seperti gajah, harimau, beruk, rusa, trenggiling, biawak, dan binatang hutan lainnya. Sedang floranya terdiri atas pohon-pohon kayu-kayuan yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan, serta bunga raflesia atau bunga bangkai yang terkenal itu ada di daerah ini pula.
Penduduk propinsi Bengkulu terdiri dari suku Rejang yan gmerupakan mayoritas, kurang lebih 2/3 dari propinsi ini. Mereka mendiami daerah Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara dan beberapa daerah di luar Bengkulu.
Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Pagaruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Kemudian suku serawai pada umumnya mendiami daerah Bengkulu Selatan. Sedangakan yang ketiga adalah suku Melayu, yang mendiami kotamadya Bengkulu dan beberapa Kevamatan di pinggiran kota Bengkulu dalam wilayah kabupaten Bengkulu Utara. Dengan demikian penduduk Begkulu mempuyai latar belakang budaya Minangkabau, Jawa dan Melayu.
Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, baik pertanian padi di sawah maupoun perkebunan seperti cengkeh, lada, buah-buahan, dan sebagainya.
Pada masyarakat suku Rejang, disatu dusun terdiri dari kelompok yang terikat atas, dasar ikatan perjanjian pada saat sebelum upacara perkawinan menurut aksen bekulo. Pada prinsipnya ada tiga macam ayitu asen Beleket, asen Semendo dan Semendo rajo-rajo. Yang dimaksud beleket adalah perempuan masuk atau ikut kepada keluarga suami, jadi berlaku sistem partrilical. Semendo berarti laki-laki masuk atau ikut kepada keluarga istri berarti termasuk sisitem , matrilokal. Sedangakan Semendo berarti bebas memilih atu bilokal.
Pada suku Melayu, sistem kekerabatan memegang peranan yang sangat penting, bagi meraka suami istri yang baru kawin boleh memilih akan tinggal dimana mereka akan suka, atau sistem bilokal. Pada umumnya mereka tinggal di lingkungan keluarga istri, namun kekuasaan tetap pada pihak laki-laki. Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lainnya, masyarakat di daerah Bengkulu mengenal adat dan upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, karena dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dari ketiga peristiwa tersebut diadakanlah upacara-upacara seperti : upacara kelahiran, upacara memberi nama, upacara mencukur rambut dan sebagainya. Upacara perkawinan dan upacara kematian.
Salah satu upacara tradisional yang menyangkut beberapa aspek adalah upacara Tabut yang diadakan satu tahun sekali pada setiap tanggal 10 Muharram. Upacara ini hubungannya dengan sejarah kepahlawanan Hasan Husen, putra Nabi Muhammad S.A.W. Di dalam upacara ini selain unsur agama, sejarah juga unsur kesenian ada di dalamnya. Kelanjudtan dari upacara kematian adalah meniga hari, menuju hari dan nyatus atau seratus hari saat meninggalnya. Penduduk Bengkulu sebagian beragama Islam. Sebelum memeluk agama Islam, suku Rejang memeluk agama Budha dan kepercayaan terhadap roh halus yang disebut dengan keramat, semat dan memikat. Setelah agama Islam masuk mereaka memeluk agama Islam. Begitu pula pada suku serawai, dahulu menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan bagi wanita harus tahu ilmu kedukunan. Sedang suku Melayu sudah dulu memeluk agama Islam, sehingga di dalam upacara-upacara yang dilaksanakan selalu disertai doa-doa menurut agama Islam.
Kesenian di daerah Bengkulu antara lain seni tari, misalnya Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Sekapur Sirih, Tari Pukek, dan Tari Kejli dan sebagainya. Tari kejli aslinya dimainkan selama tujuh hari tujuh malam secara terus-menerus. Disamping itu kesenian Geritan yaitu cerita sambil berlagu, Serambeak yang berupa patatah petitih, andi-andi yaitu seni sastra yang berupa nasehat, seni musik atau seni suara atau berdendang, zikir dengan rebana atau sebagainya. Mereka pun mengenal seni anyaman dan seni ukir. Di dalam seni bangunan khususnya seni bangunan rumah didaerah Bengkulu mengenal berbagai macam rumah, masing-masing dengan nama tersendiri. Misalnya rumah adat pada suku Rejang yang disebut uneak Potong Jong, termasuk bangunan lama, sedangkan menurut bentuk bubungan atap dikenal rumah bubungan panjang, bubungan melintang, bubungan melintang, bubungan limas, bubungan sembilan. Semua berbentuk persegi empat dan bertiang tinggi atau rumah panggung.
Di anjungan daerah Bengkulu diperkenalkan tiga buah rumah adat, yaitu sebuah rumah model bangsawan atau Depati dari daerah Bnegkulu Selatan dan dua rumah rakyat biasa. Ketiga rumah tersebut dibangun diatas tiang atau panggung dengan ketinggian 1,5 - 2 meter di atas tanah. Arsitek bangunan ini berasal dari penduduk asli yang diilhami oleh pengaruh rumah adat Sumatra Selatan, Minangkabau dan Melayu. Tangga terletak di depan rumah biasanya jumlah anak tangganya selalu ganjil, hal ini didasari makna atau pengertian dan hitungan tangga,takik, tunggu, tinggal. Bilangan yang jatuh pada hitungan bilangan takik kat takik dan tinggal menurut kepercayaan mereka akan membinasakan rumah itu sendiri. Misalnya takik berarti hancur dan tinggal berarti tidak ada yang bersedia menunggu rumah itu, dan rumah itu ditinggal tanpa penghuni. Rumah terbuat dari bahan yang lembut tetapi tahan lama, misalnya kayu medang kemuning, surian balam dan sebagainya. Lantainya dari papan dengan atap dan ijuk enau atau sirap. Pada dasarnya struktur rumah terbagai atas tiga bagian besar, yaitu penigo atau serambi, penduhuak bagian tengah, dan penyeyep bagian ruangan dalam, selain itu perluasan rumah terdapat dapur dan gang atau garang.
Nama Bengkulu berasal dari nama sungai Bangkahulu yang berarti pinang yang hanyut dari haluan atau hulu. Propinsi Bengkulu terletak Sumatra bagian selatan di bagian barat yaitu pada garis lintang 2018- 400 L.S. dan 1010-1030 B.T. Secara administratif propinsi ini berbatasan dengan Sumatra Barat, Jambi, Sumatra selatan, propinsi Lampung dan Samudra Indonesia. Daerahnya terbagi atas tiga jalur yakni daratan pantai, daratan lerang, pegugungan dan jalur pegunungan. Wilayah yang bergunung-gunung dengan puncaknya yang tinggi seperti gunung Seblat, gunung Dempo, gunung Tangamus dan lain-lain, diseling pula oleh hutan tropis yang lebat. Sungai yang besar adalah sungai Musi bagian hulu, mengalir ke pantai utara pulau Sumatra dan sungai Katahun yang mengalir ke pantai selatan. Propinsi Bengkulu sebagian besar merupakan daerah subu, karena curah hujan cukup memadai. Sejak dahulu Bengkulu sudah terkenal sebagai pengahasil lada. selain itu juga hasil pertanian dan perkebunan seperti padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Dari pertambangannya, dapat menghasilkan emas dan perak yang terdapat di Rejang Lebong dan Musi Hulu.
Hutan-hutan yang ada di daerah ini masih dihuni oleh berbagai jenis binatang liar seperti gajah, harimau, beruk, rusa, trenggiling, biawak, dan binatang hutan lainnya. Sedang floranya terdiri atas pohon-pohon kayu-kayuan yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan, serta bunga raflesia atau bunga bangkai yang terkenal itu ada di daerah ini pula.
Penduduk propinsi Bengkulu terdiri dari suku Rejang yan gmerupakan mayoritas, kurang lebih 2/3 dari propinsi ini. Mereka mendiami daerah Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara dan beberapa daerah di luar Bengkulu.
Berdasarkan Tambo, orang Rejang berasal dari Bidara Cina melewati Pagaruyung, juga dari Majapahit dari Jawa. Kemudian suku serawai pada umumnya mendiami daerah Bengkulu Selatan. Sedangakan yang ketiga adalah suku Melayu, yang mendiami kotamadya Bengkulu dan beberapa Kevamatan di pinggiran kota Bengkulu dalam wilayah kabupaten Bengkulu Utara. Dengan demikian penduduk Begkulu mempuyai latar belakang budaya Minangkabau, Jawa dan Melayu.
Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, baik pertanian padi di sawah maupoun perkebunan seperti cengkeh, lada, buah-buahan, dan sebagainya.
Pada masyarakat suku Rejang, disatu dusun terdiri dari kelompok yang terikat atas, dasar ikatan perjanjian pada saat sebelum upacara perkawinan menurut aksen bekulo. Pada prinsipnya ada tiga macam ayitu asen Beleket, asen Semendo dan Semendo rajo-rajo. Yang dimaksud beleket adalah perempuan masuk atau ikut kepada keluarga suami, jadi berlaku sistem partrilical. Semendo berarti laki-laki masuk atau ikut kepada keluarga istri berarti termasuk sisitem , matrilokal. Sedangakan Semendo berarti bebas memilih atu bilokal.
Pada suku Melayu, sistem kekerabatan memegang peranan yang sangat penting, bagi meraka suami istri yang baru kawin boleh memilih akan tinggal dimana mereka akan suka, atau sistem bilokal. Pada umumnya mereka tinggal di lingkungan keluarga istri, namun kekuasaan tetap pada pihak laki-laki. Seperti halnya dengan suku-suku bangsa lainnya, masyarakat di daerah Bengkulu mengenal adat dan upacara yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, karena dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting yaitu kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dari ketiga peristiwa tersebut diadakanlah upacara-upacara seperti : upacara kelahiran, upacara memberi nama, upacara mencukur rambut dan sebagainya. Upacara perkawinan dan upacara kematian.
Salah satu upacara tradisional yang menyangkut beberapa aspek adalah upacara Tabut yang diadakan satu tahun sekali pada setiap tanggal 10 Muharram. Upacara ini hubungannya dengan sejarah kepahlawanan Hasan Husen, putra Nabi Muhammad S.A.W. Di dalam upacara ini selain unsur agama, sejarah juga unsur kesenian ada di dalamnya. Kelanjudtan dari upacara kematian adalah meniga hari, menuju hari dan nyatus atau seratus hari saat meninggalnya. Penduduk Bengkulu sebagian beragama Islam. Sebelum memeluk agama Islam, suku Rejang memeluk agama Budha dan kepercayaan terhadap roh halus yang disebut dengan keramat, semat dan memikat. Setelah agama Islam masuk mereaka memeluk agama Islam. Begitu pula pada suku serawai, dahulu menganut kepercayaan kepada dewa-dewa dan bagi wanita harus tahu ilmu kedukunan. Sedang suku Melayu sudah dulu memeluk agama Islam, sehingga di dalam upacara-upacara yang dilaksanakan selalu disertai doa-doa menurut agama Islam.
Kesenian di daerah Bengkulu antara lain seni tari, misalnya Tari Tombak Kerbau, Tari Putri Gading Cempaka, Tari Sekapur Sirih, Tari Pukek, dan Tari Kejli dan sebagainya. Tari kejli aslinya dimainkan selama tujuh hari tujuh malam secara terus-menerus. Disamping itu kesenian Geritan yaitu cerita sambil berlagu, Serambeak yang berupa patatah petitih, andi-andi yaitu seni sastra yang berupa nasehat, seni musik atau seni suara atau berdendang, zikir dengan rebana atau sebagainya. Mereka pun mengenal seni anyaman dan seni ukir. Di dalam seni bangunan khususnya seni bangunan rumah didaerah Bengkulu mengenal berbagai macam rumah, masing-masing dengan nama tersendiri. Misalnya rumah adat pada suku Rejang yang disebut uneak Potong Jong, termasuk bangunan lama, sedangkan menurut bentuk bubungan atap dikenal rumah bubungan panjang, bubungan melintang, bubungan melintang, bubungan limas, bubungan sembilan. Semua berbentuk persegi empat dan bertiang tinggi atau rumah panggung.
Di anjungan daerah Bengkulu diperkenalkan tiga buah rumah adat, yaitu sebuah rumah model bangsawan atau Depati dari daerah Bnegkulu Selatan dan dua rumah rakyat biasa. Ketiga rumah tersebut dibangun diatas tiang atau panggung dengan ketinggian 1,5 - 2 meter di atas tanah. Arsitek bangunan ini berasal dari penduduk asli yang diilhami oleh pengaruh rumah adat Sumatra Selatan, Minangkabau dan Melayu. Tangga terletak di depan rumah biasanya jumlah anak tangganya selalu ganjil, hal ini didasari makna atau pengertian dan hitungan tangga,takik, tunggu, tinggal. Bilangan yang jatuh pada hitungan bilangan takik kat takik dan tinggal menurut kepercayaan mereka akan membinasakan rumah itu sendiri. Misalnya takik berarti hancur dan tinggal berarti tidak ada yang bersedia menunggu rumah itu, dan rumah itu ditinggal tanpa penghuni. Rumah terbuat dari bahan yang lembut tetapi tahan lama, misalnya kayu medang kemuning, surian balam dan sebagainya. Lantainya dari papan dengan atap dan ijuk enau atau sirap. Pada dasarnya struktur rumah terbagai atas tiga bagian besar, yaitu penigo atau serambi, penduhuak bagian tengah, dan penyeyep bagian ruangan dalam, selain itu perluasan rumah terdapat dapur dan gang atau garang.....Bersambung ( Anton...)
Source :rejang-lebong.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar