Gambaran Umum Konflik Tenurial di Marga Suku Tengah Kepungut
Secara umum komunitas adat Suku Tengah Kepungut adalah kesatuan komunitas geneologis yang dibentuk dengan sistem kelembagaan adat Marga yang berkedudukan di Dusun Lubuk Mumpo dan dikepalai oleh Pesirah, Marga ini merupakan sistem Pemerintahan Keresidenan Palembang yang mula-mula memasukkan pengertian Marga itu ke Residenan Bengkulu adalah Assisten-residen Belanda J. Walan (1861-1865 yang dipindahkan dari Pelembang ke Bengkulu, sistem kelembagaan Marga ini memakai tata aturan yang mengacu pada Undang-Undang Simbur Cahaya ciptaan Van Bossche di tahun 1854.[1]
Ketika sistem Kelembagaan Marga ini masih hidup dalam proses pengelolaan kawasan adat hanya memperhatikan kepentingan bersama dan belum mengutamakan kepentingan perseorangan, tanah dan dusun sebagai puak yang hidup bersama dan mempunyai ikatan yang erat satu sama lain, sehingga dari tanah itulah para anggota komunitasnya memperoleh makanan untuk hidup. Lingkungan tanah Marga ini disebut luak langgam yang berarti batas kekuasaan atau dengan kata lain adalah lingkungan tanah bersama antara dusun-dusun yang ada di dalam Marga. Tanah Imbo atau Hutan di dalam lauk langgam itu dipunyai bersama oleh anggota-anggota Marga yang besangkutan, kepunyaan bersama ini membawa kekuasaan bersama dan kekuasaan itu adalah hak sehingga kepunyaan bersama berarti hak bersama dan hak itu tidak dapat dibagi-bagi.[2]
Konplik ini kemudian muncul ketika Pemerintahan Republik Indonesia membuat kebijakan sentralistik dengan memberlakukan UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa sehingga berdampak pada hak akses dan kontrol terhadap tenurial geneogis Masyarakat Adat Suku Tengak Kepungut. Dari kebijakan penghancuran secara struktural ini terjadi beberapa kejadian-kejadian penting sebagai bagaian dari persoalan yang sekarang masih berlangsung kejadian tersebut antara lain:
No Tahun Kejadian
- Pra 1970 Wilayah yang disengketakan ini adalah milik masyarakat à ini dibuktikan dengan Surat Keterangan Penyerahan Tanah dari Pembarap Marga Suku Tengah Kepungut Lubuk Mumpo (Pengalihan hak milik atas tanah yang di ketahui oleh Pengurus Adat dari Dari Abdul Hadi ke Medorim)
- 1983 Pemerintahan Marga dalam lingkup Propinsi Bengkulu di bekukan sehinga Wilayah Adat/Marga menjadi wilayah tak bertuan
- 1984 Pengukuhan Tata Guna Hutan Kesepakatan oleh Gubernur Suprapto yang bertujuan untuk membuat perkebunan sawit skala besar di wilayah yang telaha di sepakati
- 1988 Terbitnya HGU No 3/HGU/88 Tanggal 12 Januari 1988 seluas 6.925 di Kota Padang Rejang Lebong untuk PT Bumi Mega Sentosa (BMS) Terdapat 5.125 Ha yang tidak di urus oleh Pemilik HGU baik dalam pengelolaan lahan maupun dalam bentuk ganti rugi (Selisih ini diambil dari luas HGU versi Izin HGU No 3/HGU/88 Tanggal 12 Januari 1988 dikurang dengan bukti masyarakat yang dapat ganti rugià Data lengkap ada di WAGUB Rejang Lebong)
Lahan yang telah diganti rugi seluas 1.800 Ha
Lokasi BMS masuk dalam HL kemudian lahan yang masuk Hutan Lindung kemudian dialihkan ke lahan masyarakat - 1993 Perkebunan ini menjadi terbengkalai kemudian masyarakat melakukan aktivitas perkebunan rakyat dengan jenis tanaman Karet, Kopi dan Durian
- 2000 Gubernur Propinsi Bengkulu menerbitkan SK Gubernur No 65 Tahun 2000 tentang Pembentukan Team Pemanfaatan Lahan Eks HGU di Propinsi Bengkulu
Dipertegas oleh Keputusan Kepala BPN No 11/VIII/2000 tentang Pembatalan HGU dan Pencabutan Surat Keputusan Pemberian HGU Atas Tanah terletak di Propinsi Bengkulu - 2001 Bupati Rejang Lebong membuat SK BUPATI No 631 Tahun 2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Penunjukan Pencadangan Tanah untuk Lokasi Tranmigrasi umum daerah setempat dan penduduk setempat
- 2002 SK Gubernur No 286 Tahun 2002 tentang Pengaturan, Pengusaaan dan Pengunaan Tanah terhadap Tanah bekas GHU yang terletak di Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu
- 2006 Pemerintahan Kabupaten Rejang Lebong menjadikan kawasan Eks HGU PT BMS seluas 300 Ha untuk di jadikan sebagai lahan Tranmigrasi sampai saat ini masih berlangsung proses Pembangunannya, 2.000 Ha akan di bagikan Kepada Masyarakat, 4.000 Ha akan di berikan Izin untuk Perkebunan Kepada PT. Silo dan seluas 3.000 Ha akan di peruntukan untuk Kawasan Hutan Lindung
- 2007 Dinas Transmigrasi akan melakukan pengusuran (land clearing) yang di beking oleh Aparat di lahan perkebunan rakyat yang akan panen pada Bulan April 2007, informasi akan dilaksanakannya pengusuran diketahui oleh Masyarakat dan selanjutnya Masyarakat melakukan pemblokiran jalan masuk wilayah yang akan di land clearing mengetahui ada pemblokiran yang dilakukan masyarakat akhirnya kegiatan land clearing tersebut di batalkan
Atau secara kronologis kasus dapat dijelaskan sebagai berikut; Sepanjang tahun 1970 lahan ini dimiliki warga dan diakui hak kepemilikan berdasarkan aturan Adat Marga (setingkat Camat). Sebagai gambaran terlihat dalam bukti transaksi jual beli lahan tahun 2970 tentang pemindahan hak atas tanah dalam lahan exs GHU BMS dari Pak Abdulhadi kepada Pak Rabani yang diketahui petugas Marga bidang pertanahan yang disebut Pembarab. Pada tahun 1987 Pemerintah memberi izin HGU Perkebunan kepada PT Bumi Maga Sentosa (BMS) dilahan yang di sengketahkan saat ini, selanjutnya pada tahun 1987 ini pula Pemda Rejang Lebong dibantu aparat keamanan membebaskan lahan Masyarakat seluas 1.840 Ha (bukan 6.226 Ha seperti dalam peta dan izin HGU yang diberikan). Menurut warga dalam proses pembebasan lahan banyak dilakukan secara paksa dan tanpa pemberitahuan kepada pemilik lahan. Seperti yang dialami oleh Bapak Ayang Warga Desa Durian Mas dimana tanahnya didata tanpa sepengetahuanya. Pembebasan lahan dilakukan hanya memberi ganti rugi Tanam Tumbuh (bukan harga tanah) senilai Rp. 10.000 s/d Rp. 25.000, tanpa ada kesepakatan harga dengan pemilik, bahkan ada dengan cara paksa dan intimidasi, pada tahaun 1988 Bapak Ruslan Warga Desa Sukamerindu dan beberapa warga yang mempertahankan hak tanahnya namun dianggap melawan hakum sehingga di tangkap, diproses, dan dipenjara selama 1 (satu) tahun kurungan. Selama tahun 1987 s/d 1993 PT.BMS mengolah perkebunan kakau seluas 1.200 Ha dan mulai tahun 1994 lahan mulai diterlantarkan menjadi belukar. Baru pada tahun 1998 sampai tahun 2002 secara bertahap warga memasuki kembali lahan eks HGU PT. BMS untuk berkebun Kopi, Karet, Durin, Petai dll hingga saat ini.
Sengketa tanah ini muncul ketika adanya kebijakan Pemerintahan Daerah Rejang Lebong akan mengalihfungsikan sebagian lahan HGU eks Perkebunan Cokelat PT Bumi Mega Sentosa (BMS) di Desa Lubuk Mumpo Kecamatan Kota Padang dan rencana investasi baru perusahaan perkebunan sawit PT Silo dalam lahan GHU yang sama, ternyata pada areal tersebut sudah ada perkebunan rakyat (kopi, karet, durian, petai dll) yang berusia rata-rata lebih dari lima tahun. Data yang ada sekitar 414 KK atau 1.678 jiwa yang hidup dari perkebunan dalam lokasi lahan sengketa seluas 729 Ha. Selama bulan Agustus-November 2006 pihak tranmigrasi mulai melakukan pengusuran lahan dengan mengunakan alat berat/buldozer untuk lahan perumahan 150 KK tranmigrasi (dengan pembagian 75 KK Lokal dan 75 KK dari Pulau Jawa) dan badan jalan seluas 50 Ha diatas lahan perkebunan masyarakat. Menuru pengakuan warga yang berkeban dilahan tersebut, lahan mereka di Buldozer tanpa ada sosialisasi ataupun pemberitahuan terlebih dahulu. Misalnya kebun kopi dan karet Bapak Sidi warga Lubuk Mumpo seluas 2 hektar dibuldozer secara paksa, kebun kopi dan pondok Bapak Bahtar warga Desa Suka Marindu seluas 1,2 Ha dibuldozer pada malam hari dan Bapak Rozak yang juga memiliki lahan di areal tersebut berusaha menemui pegawai Kecamatan untuk menyampaikan keberatannya namun justru di paksa meninggalkan lokasi selama 3×24 jam oleh okmum pegawai Kecamatan Koto Padang (Bapak Herlantoni). Pada tanggal 2 mei Desember 2006 Bapak M. Rozak melayangkan surat Kepada Manteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kepada Gubernur Propinsi Bengkulu, Bupati Rejang Lebong tentang keberatan warga yang lahannya sigusur menjadi lahan transmigrasi namun tidak di tanggapi. Selanjutnya atas permintaan warga yang berkebun dilahan eks BMS maka pada tanggal 10 Januari 2007 LPMAL-KALAM, AKAR, Aliansi Masyarakat Adat Lembak (AMAL) dan Persatuan Kelompok Tani Rejang Lebong (PKT-RL) mempasilitasi pertemuan korban dan calon korban (100 KK) untuk mengindentipikasi peta persoalan yang dihadapi dan merumuskan langkah-langkah tersebut. Pertemuan dilakukan dihalaman perkebunan kopi dekat pemukiman tranmigrasi yang baru dibangun oleh instansi Transmigrasi. Pada Tanggal 10 Februari 2007 telah turun kelapangan tim yang terdiri dari 2 orang petugas Kecamatan Kota Padang di bantu oleh oknum TNI 8 orang dan polisi 5 orang akan melaksanakan pengusuran lahan untuk berkebun bagi 150 KK transmigrasi yang telah di tempatkan. Namun setalah mereka milihat situasi lapangan maka pelaksanaan penggusuran dibatalkan. Pada tanggal 16 Februari 2007 Camat mengumpulkan tanda tangan mantan Kepala Desa dan 7 Kapala Desa diluar lokasi sasaran transmigrasi dalam kegiatan MUNSRENBANG Kecamatan kota Padang untuk menggalang dukungan rencana proyek transmigrasi dan perkebunan serta ada rencana penggusuran lagi 2007 seluas 50 Ha untuk pemukiman 150 KK Transmigrasi baru dalam lahan kebun seluas 600 Ha bagi 300 KK transmigrasi tersebut diatas kebun kopi, karet, petai, durian dll yang dikelolah warga saat ini klaim Pemerintah sebagai lahan HGU eks PT BMS.
Kronologis Pengusuran
- Informasi penggusuran tanggal 9 Maret tahun 2007, Informasi pertama dari Sdr Rozak pada tanggal 8 Maret tahun 2007 melalui SMS kepada Saudara Nazarudin·
- Informasi penggusuran dikonfirmasi kepada teman-teman di KALAM Curup dan Juga kepada Teman-teman AMAL di PUT dan membenarkan bahwa pada tanggal 9 maret akan ada penggusuran terhadap lahan · Pada hari selasa tanggal 8 maret Pipin dan Zulmi dari akar berada di lokasi· Malam harinya Nazarudin dari AMA Bengkulu dan Arief dari AMAL menuju lokasi · Setelah dikonfirmasi kepada Pihak Polres Rejang Lebong tenyata pihak Polres tidak mengetahui bahwa akan ada penggusuran lahan yang di rencanakan pada tanggal 9 maret tersebut· Pada hari Rabu tanggal 9 maret tahun 2007 ternyata proses penggusuran tersebut batal dilakukan tanpa diketahui alasan pastinya.
Informasi Pelaksanaan Pengusuran Lahan Pada Tanggal 20 April 2007 dan informasi di dapat dari berbagai sumber diantaranya :
- Informasi pertama diterima dari sdr. Rozak pada tangal 17 April 2007
- Informasi tersbut didapat Sdr. Rozak dari Pembicaraan dan informasi yang beredar di desa Lubuk Mumpo dan pidato yang disampaikan oleh Bpk Kades Lubuk Mumpo.
- Informasi kemudian dipertegas Oleh Sdr. Darlan Aswad, menyatakan bahwa 90 % pengusuran positif akan dilaksanakan pada tanggal 20 April 2007.
Pada tanggal 18 April 2007 Sdr. Nazarudin mencari kejelasan informasi kepada sdr Dodi (Direktur Kalam), dari informasi yang disampaikan oleh sdr. Dodi bahwa tidak ada agenda Pengusuran lahan tersebut.
Pada Tanggal 19 April 2007 sdr. Nazarudin kembali menanyakan dengan saudara Darlan Aswad melalui via Telepon tentang perkembangan informasi akan dilaksanakan penggusuran pada tanggal 20 April 2007, informasi yang didapat sdr. Darlan Aswad bahwa dalam pernyataannya adalah tidak ada tanda-tanda akan diadakan pengusuran pada tanggal 20 April 2007.
Pada tanggal 19 April 2007 Sdr Nazarudin kembali menkroscek informasi penggusuran kepada sdr. Dodi dan beliau menanggapi bahwa tetap tidak ada pengusuran.
Pada tanggal 19 April 2007 sdr Arif Candra mencari informasi kepada Petugas Dari Koramil yaitu Sdr. Hasan dan beliau juga memberikan informasi bahwa tidak ada informasi pengusuran
Hari Sabtu tanggal 23 Juni 2007Pada hari Sabtu, tanggal 23 Juni 2007 jam 09.00 wib. Mendapat undangan via sms dari Ketua Forum Perjuangan Masyarakat Lembak (FPML) isinya” undangan tertulisny menyusul,yang ditujukan kepada NGOs diantaranya, KALAM, AKAR Foudation, AMAL, AMA-Bengkulu, ED WALHI Bengkulu, yang isinya untuk menghadiri acara penyegaran dan persiapan Demontrasi yang direncanakan tanggal 24 Juni tahun 2007. acara direncanakan berlangsung di Lokasi Transmigrasi Desa Lubuk Mumpu Kecamatan Kota Padang.
Pada hari Kamis, tanggal 28 Juni 2007Melalui ketua FPML memberikan informasi kepada teman-teman LSM via sms bahwa yang isinya, ”info terbaru dari wartawan, alat-alat berat akan masuk ke lokasi penggusuran tanggal 15 Agustus tahun 2007 untuk melakukan penggusuran lahan trans tahap lanjutan, kabarnya tender telah dimenangkan oleh kontraktor pelaksananya SUEZ. (Info dari MURA).
Pada hari Senin tanggal 23 Juli 2007 Mang Rozak Mendapat SMS dari KORAMIL Kota Padang, yang disebarkan Ketau FPML kepada Teman-teman LSM yang isinya adalah ” Assalammualaikum, pak, tlg perjuangkan, nasib 150 KK Warga UPT SP-4 Lb. Mumpo. Yg hingga saat ini blum dgt lahan pertanian 1 dan 2 sedangkan warga yg garap Lahan Ex BMS, Yg layak masuk Tran kita perjuangkan masuk tahap 2,3,4 dst yang mampu harus rela kembalikan ke PEM/Trans dmikian harapan kita, trims. · Pada tanggal 1 Agustus, info dari lapangan dari Bur selaku anggota FML via SMS yang isinya ” Camane doser sudah gusur kebun orang di trans” · Info dari Mang Rozak Via SMS yang isinya ” Setelah mendengar hasil demo Kemarin nampaknya mereka mulai surut, penggusuran tak akan berlanjut” · Keterangan dari Arpansi selaku anggota FPML, via SMS yang isinya ” Kalau ket kep din trans kemarin, yg akan di dozer itu adalah untuk rumah sekola,puskesmas&pemotongan tebing di jalan yg sudah ada. Tapi supaya lebi jelas hubungi henli.
Pada hari Sabtu 4 Agustus 2007 ada informasi dari M. Rozak via SMS yang isinya ” Fpml ditnggangi dan mintk intelijen mengusut. Ini adl pernyataan Pemerintah RL Bagai pendapat teman2”
Minggu tanggal 12 Agustus mendapat informasi Dari M. Rozak via SMS yang isinya ” Acara besok,13 agt 2007 adala :RAPAT TIM INVENTARISASI TEHNIS PENYELESAIAN PERMASALAHAN LAHAN TRANSMIGRASI. Jam 10.00.wic. Mhn dibahas oleh teman2”
Hari Minggu tanggal 26 Agustus 2007 mendapat info dari Rozak via SMS yang isinya ” Besok 27/8 rapat lagi d K KECAMTAN sdgkan rapat 23/8 gagal (Ceos ). Krn kspktn tgl 1 agust ga2l, pemerintah ingkar janji, masy marah”.
Hari Rabu tanggal 29 Agustus 2007 mendapat informasi dari Rozak yang isinya ” Tim baru berkerja 2 hr, yg ter invt 30 versil atau17% dari rekertim besok kam 30 agt 07 info pemerimtah Tim akn di bubar a setidak2nya akm d hentikn kegiatannya, alsan belum jls. Ketua FPML”
Hari Jum’at tanggal 31 Agustus M. Rozak Mengirimkan SMS dari Bapak Zulkarnain selaku kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rejang Lebong yang isinya ” Sayapun merasa kecewa adanya suasana yg kurang kondusif dilapangan sehingga Tim terpaksa menghentikan kegiatan. Saya bertanya apa masalah yg paling mendasar sehingga FPML menolak Proyek Transmigrasi ? Mungkin Pak Rozak dapat menemukan beberapa butir jawabannya. Wassalam. ZULKARNAIN KADISBUN.”
Informasi tanggal 27 September 2007 Mendapat informasi lapangan dari M. Rozak via SMS yang isinya ” Tampaknya PEMKAB RL telah berhianat dg kesepakatan 1.08.07, dgn menurunkan alat2 brt direncanakan 3 bulldozer saat ini baru 1 unit yg tl sampai d lokasi,ini adalah cara yg tdk beradab.Lalu apalagi yg hrs kita lakukan? Masih adakah cara2 yg akan dilakukan kecuali kekerasan?
Kronologis Rencana Penggusuran tanggal 29 September 2007 Pada tanggal 28 September Mang Rozak mengirimkan sms kepada Erwin S Basrin dan Juga kepada Pipian Subirto serta teman-teman lain. Pada tanggal 29 september 2007 informasi terakhir kami dapatkan bahwa pada jam 09.00 wib anggota Brimob dari POLRES Rejang Lebong beserta Anggota TNI memback up rencana penggusuran yang direncanakan oleh pihak Pemerintah Rejang Lebong melalui Dinas Transmigrasi Rejang Lebong. Informasi dari mang Rozak bahwa tanggal 28 september sudah masuk Buldozer satu buah telah berada di lokasi penggusuran, dan pada tanggal 29 September 2007 2 (dua) buah Buldozer lagi telah berada dilakasi siap untuk melakukan penggusuran. Pada pukul 11.00 wib saya (pipin) mengkonfirmasi kepada KOMNAS HAM melalui Komisi Komisioner Pemantau dan Penyelidik di Jakarta. Dan sarannya untuk mempersiapkan surat yang ditujukan kepada KOMNAS HAM Melalui Komisi Komisioner Pemantau dan Penyelidik KOMNAS HAM. Juga menyarankan untuk membuat dokumentasi kejadian sebagai bahan untuk KOMNAS HAM melakukan Pemantauan dan Penyelidikan. Informasi dari KOMNAS HAM untuk bulan September ini pihak KOMNAS HAM belum bisa untuk terjun ke lapangan. Pada pukul 14.00 wib, Ewrin S Basrin mendapat informasi terakhir dari mang Rozak bahwa Pihak Brimob telah Mundur dari lokasi penggusuran sejauh 1 kilo meter.
Pada hari Rabu, tanggal 03 September 2007 akan terjadi penggusuran secara paksa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu terhadap Lokasi EX. PT. Bumi Mega Sentosa (BMS) yang akan dijadikan lahan transmigrasi oleh Pemkab. Lokasi Penggusuran adalah di Desa Lubuk Mumpo Kecamatan Kota Padang Kabupaten Rejang Lebong. Adapun kronologis konflik adalah sebagai berikut; Lahan yang terlantar dari ex PT BMS yang HGU-nya telah dicabut, lahan tersebut dikelola oleh masyarakat yang ada di sekitar lokasi. Dan saat ini sudah menjadi lahan pertanian berupa Kebun masyarakat yang berjumlah 350 kepala keluarga yang mayoritas penggarap adalah berada dalam keadaan miskin. Kemudian Pemkab Rejang Lebong Propinsi Bengkulu memasukkan program TRANSMIGRASI di lokasi yang sudah digarap sejak lama oleh Masyarakat Adat Suku Tengah Kepungut dan sekitarnya. Selanjutnya terjadi konflik antara masyarakat penggarap dengan pihak Pemkab Rejang Lebong. kemudian beberapa kali akan dilakukan penggusuran namun tidak terjadi, adapun kronologis perjuangan masyarakat adat suku tengah kepungut dan sekitarnya yang berstatus sebagai penggarap adalah sebagai berikut;
1. Informasi penggusuran pertama terjadi pada tanggal 09 Maret tahun 07 namun gagal dilakukan tanpa kejelasan yang pasti
2. Pada tanggal 20 April 07 yang didapat dari berbagai sumber, namun gagal dilakukan
3. Pada tanggal 03 Mei 07 masyarakat yang akan menjadi korban penggusuran melakukan Audiens di Kantor Pemkab Rejang Lebong, dan berdialog dengan Bupati serta jajarannya dan disepakati bahwa akan dibentuk Tim Baru yang namanya Tim Inventarisir Lahan, dan kemudian setelah beberapa lama ditunggu ternyata tidak ada ada kemajuan berarti.
4. Tanggal 28 Juni 07 mendapat informasi kembali bahwa akan dilakukan penggusuran pada tanggal 15 Agustus 07, namun kembali gagal dilakukan.
5. Pada tanggal 01 Agustus 07 Massa melakukan Demontrasi, ke Kantor DPRD Kabupaten Rejang Lebong. Dan terjadi kesepakatan untuk membentuk Tim Baru Lahan yang Anggotanya dari berbagai pihak dan di ketuai oleh Bapak Rafles selaku Asisten II Pemkab Rejang Lebong.
6. Tanggal 23 Agustus Tim Melakukan Sosialisasi di Sekitar Lokasi yang akan dijadikan lahan transmigrasi, namun gagal
7. Pada tanggal 27 Agustus 07 Tim baru berkerja, dan tanggal 29 Agustus 07 pekerjaan di hentikan karena dari hasil kerja tim baru tercapai 17%, namun dari hasil tersebut 100% dari masyarakat menyatakan menolak untuk dijadikan lahan tersebut sebagai lahan transmigrasi.
8. Informasinya pada tanggal 30 Agustus 07 Tim Inventarisir akan dibubarkan tanpa alasan yang jelas.
9. Pada tanggal 01 Oktober 07 Anggota tim dari masyarakat mendatangi Ketua Tim untuk meminta penjelasan mengenai Status Tim, Bapak Rafles selaku Ketua Tim bahwa tim memang belum dibubarkan, bahkan Bapak Rafles meminta hasil kerja tim selama 2 hari yang telah dilakukan. Pada esok hari tanggal 03 Oktober 2007 akan dilakukan penggusuran dan hampir dipastikan akan terjadi, dan dibekingi oleh KODIM Kabupaten Rejang Lebong, dan dipihak lain masyarakat dipastikan akan melakukan perlawanan. Pada tanggal 2 Oktober 2007 Bupati Rejang Lebong melaksanakan Rapat MUSPIDA Plus yang terdiri dari Pemerintahan Kabupaten Rejang Lebong, POLRES Rejang Lebong dan KODIM Rejang Lebong. Rapat ini dipimpin oleh Bapak Suherman Bupati Rejang Lebong yang khusus membahas persoalan pengusuran Transmigrasi Lubuk Mumpo Pasca gagal melakukan pengusuran tanggal 29 September 2007. Dua orang dari AKAR (Erwin S Basrin dan Pipian Subirto) datang sendiri ke PEMKAB Rejang Lebong namun kesulitan untuk mendapatkan informasi dan hasil Rapat. Pada Pukul 20.22 WIB AKAR menerima informasi dari lapangan yang disampikan oleh Sugianto Bahanan dari KALAM dan Bunaiya Suparda (AKAR) bahwa di lokasi telah beredar informasi akan dilakukan pengusuran pada tanggal 3 Oktober 2007, Sehingga timbul ketegangan di masyarakat desa Lubuk Mumpo terutama korban proyek Tranmigrasi. Ketegangan ini masih bisa di kontrol dan masyarakat yang tergabung dalam Fron Perjuangan Masyarakat Lembak (FPML) melakukan konsolidasi akan tetap bertahan dan melawan jika terjadi pengusuran tersebut. Pada Pukul 20.27 WIB Sugianto Bahanan menyampaikan juga ada informasi akan dilakukan penangkapan terhadap M. Rozak (Ketua FPML) dan Sugianto Bahanan. Pada Pukul 20.50 WIB Pipian Subirto mendapat informasi dari Wartawan Harian Radar Pat Petulai bahwa terdapat 10 orang yang berasal dari masyarakat korban yang tergabung dalam FPML, dan beberapa orang aktivis LSM Pendamping (Erwin S Basrin, Pipian Subirto, Bunaiya Suparda, Arif Chandra, Sugianto Bahanan, Erwan) yang akan dijadikan target penangkapan. Mengsikapi informasi ini Erwin S Basrin (AKAR) mengambil inisiatif untuk menyebarkan informasi ini ke beberapa lembaga jaringan Nasional untuk perlindungan Hukum, secara Resmi AKAR Mengirim Faximil pada tanggal 3 Oktober 2007 Kepada :
KOMNAS HAM Melalui Budhy Latif Wasly Stap Komisiner yang ditujukan Kepada Ketua KOMNAS HAM perlindungan hukum yang bersipat status quo
PB AMAN Jakarta yang diterima oleh Sekjend AMAN (Abdon Nababan, Frangky dan Sulis)
Ke Sawit Watch yang diterima oleh Deputi Directur (Saudara Abed Nego Tarigan)
Pada Pukul 08.35 WIB kondisi lapangan mencekam karena akan dilakukan pengusuran dan aparat yang berjumlah 15 orang (10 orang dari KODIM dan BABINSA dan 5 orang dari POLSEK Kota Padang) dengan menodong senjata ke wajah warga secara refresif. Karena proses intimidasi kepada beberapa warga terjadi cheos berapa warga di tangkap dengan delik Senjata Tajam (Henli Rosa, Umar Dang dan Darmawan), sementara M Rozak yang menjadi target utama di ungsikan oleh warga dengan disembunyikan di bagian hutan sebelah kanan wilayah tranmigrasi yang ditemani oleh Sugianto Bahanan dan Penci dan selalu dikejar-kejar oleh tentara. Sementara di Curup di Hotel Wisata Baru pada hari yang sama AKAR melakukan konsolidasi dengan beberapa Jaringan LSM, dari pertemuan jaringan LSM ini menghasilkan kesimpulan bahwa Sdr. M. Rozak akan di bawa ke Bengkulu untuk melakukan kampanye dan mengali dukungan yang lebih luas dan mengangkat kasus ini menjadi kasus pelangaran HAM Berat. Namun terkendala M Rozak tidak bisa bebas begerak karena posisi persembunyian sudah terkepung oleh Aparat. Pada Pukul 20.45 WIB didapatkan informasi akan ada tambahan aparat untuk mem-beck up proses pengusuran dengan menambahkan 30-100 personil tambahan terdiri dari Brimob dan Tentara. Pada Pukul 20.49 WIB Erwin S Basrin mendapat telepon dari PB AMAN melalui Frangky menyatakan bahwa dia akan menjadi Pelapor utama Kasus ini ke KOMNAS HAM, dan mendesak kepada Saudara Endang sebagai anggota KOMNAS HAM untuk mengeluarkan statement menangkapi kasus pelangaran ini.
Informasi 5 Oktober 2007, Pukul 17.26Jumlah Tantara 31 Orang, 30 Brimob, Polisi 5 Orang, dan nama-nama pemilik Lahan yang telah digusur :
Sawaludin (45) : ± 1 Ha
Arsa (25) : ± 1 Ha
Pendi (38) : ± 1,5 Ha
Yan Abom (35) : ± 2 Ha
Jailani (45) : ± 1,5 Ha
Mah/Abuk (40) : ± 1,5 Ha
Man Cekong (36) : ± 1 Ha
Dalam hal ini Bapak, Arsa (25) Dipaksa untuk menandatangani untuk menyetujui lahannya digusur untuk kepentingan proyek Transmigrasi oleh Tantara pada hari Rabu tanggal 3 Oktober 2007 Pukul 17.00 WIB..
[1] Hukum Adat Rejang , Prof Dr. H Abdullah Siddik
[2] P.Wink. Recten op Groun en Water in Bengkulu di Adat Rechtbundel XXXII, (1926)
DIarsipkan di bawah: Publikasi
http://akarfoundation.wordpress.com/2007/11/23/gambaran-umum-konplik/
Ditulis pada 23 Nopember, 2007 oleh Akar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar