Category: | Folk Tale |
Genre: | Mytology |
Author: | Naim Emel Prahana |
Sebei Sebkeu
Masyarakat Rejang di daerah Lebong, terutama di sepanjang alur Air Ketahun atau masyarakat Redjang menyebutnya Bioa Ketawuen sudah sejak lama mengenal nama Sebei Sebkeu. Mereka mengartikan Sebei Sebkeu itu adalah sosok makhluk yang suka berdiam di sungai-sungai, terutama yang ada Lubuknya. (Suatu tempat air yang kedalamannya melebihi kedalaman di tempat-tempat lainnya).
Sebei berarti nenek. Maka, sebei sebkeu adalah seorang nenek yang menghuni lubuk-lubuk dalam pada sepanjang aliran air. Masyarakat Redjang menggambarkan sosok sebei sebkeu itu dengan memiliki rambut panjang terurai.
Kemunculannya tidak tentu. Namun, bila muncul masyarakat sering menceritakannya dengan sosok seorang wanita cantik yang sedang berjemur di bebatuan pada aliran Sungai ketahun.
Masyarakat di sepanjang aliran Sungai ketahun. Terutama di wilayah Desa Rimbo Pengadang, Talangratu, Kotadonok, Tes, Taba Anyar, Turun Tiging, Turan Lalang sangat terbiasa mendengar cerita sebei sebkeu itu.
Cerita sebei sebkeu mulai memudar di kalangan anak-anak masyarakat Redjang di Lebong sekitar tahun 1980. sebelumnya, hampir semua anak-anak di daerah Lebong sangat mengetahui cerita itu.
Sosok sebei sebkeu yang dapat berubah-rubah wujud kalau muncul di atas permukaan air sebenarnya tidak menakutkan bagi masyarakat sekitar tempat dia terlihat. Hanya, di kalangan anak-anak yang suka mandi di sungai. Sangat khawatir bila berada di dekat lokasi lubuk sungai.
Tempat-tempat yang menurut masyarakat Redjang, sebei sebkeu muncul antara lain di sungai-sungai di bawah jembatan, di lubuk-lubuk aliran sungai Ketahun. Terutama yang sekitar lubuk itu banyak terdapat batu-batu besar dengan aliran sungai yang deras.
Di masyarakat Kotadonok, sebei sebkeu itu digambarkan pernah mendiami Bioa Tiket, tepatnya di bawah jembatan Bioa Tiket (Air Tiket) dan Bioa Tamang. Perkiraan mereka itu didasarkan kepada keadaan di bawah jembatan tersebut ada lubuk yang punya kedalaman cukup bagi anak-anak berusia sekolah SD.
Namun, biasanya anak-anak tidak takut mandi di sekitar lubuk di bawah jembatan Bioa Tiket dan Bioa Tamang. Sepulangs ekolah banyak anak-anak memanfaatkan lokasi Bioa Tiket untuk dijadikan tempat bermain bersama sambil mencari ikan dengan jalan Nyeunyuk (sejenis panjing dengan tali senar pendek). Biasanya mereka mencari ikan Tiluk (sejnis ikan belut yang biasa diam di celah-celah bebatuan atau akar rerumputan di sungai-sungai yang dangkal.
Ikan tiluk bentuknya memang seperti belut, tetapi mulutnya agak runcing dan ukuran badannya tidak terlalu besar. Ukuran yang paling besar dan sering didapat adalah sebesar jari gajah.
Mengenai keberadaan sebei sebkeu dalam cerita legenda misteri masyarakat di sekitar Kotadonok, hingga saat ini masih dalam misteri. Namun, masyarakat sepanjang aliran Bioa Ketahun sangat mengenai cerita tersebut.
Sering ada anggota masyarakat menceritakan pernah melihat sebei sebkeu di sekitar Desa Talangratu di aliran Sungai ketahun dekat desa tersebut. Ceritanya, mereka mengatakan melihat sebei sebkeu sedang berjemur di atas bebatuan besar yang ada di aliran sungai itu.
Walaupun sebei sebkeu digambarkan sebagai sosok makhluk setengah manusia setengah makhluk halus yang serng tergambar merupakan sosok mengerikan. Sebab dapat berubah-rubah wujud ketika terlihat oleh manusia. Sosok sebei sebkeu tidak pernah menelan korban manusia.
Hanya ceritanya dikait-kaitkan dengan tenggelamnya seseorang di lubuk sungai atau nyaris tenggelamnya seorang anak kecil yang mandi di bawah jembatan dan sebagainya. Semuanya masih dalam batas cerita yang sangat memasyarakat.
Siamang Bioa
Cerita misteri setengah legenda masyarakat di sekitar Danau Tes (Kotadonok dan Tes) itu, gambarannya hampair sama dengan sosok sebei sebkeu. Hanya, dalam cerita Siamang Bioa (Siamang Air) itu lebih menakutkan ketimbang gambaran sosok sebei sebkeu.
Keberadaan siamang Bioa dalam cerita masyarakat Kotadonok dan Tes adalah di tepi-tepi Danau Tes. Khususnya di sekitar muara air sungai yang masuk ke Danau Tes. Dan, daerah kemunculannya biasanya terdapat tanaman pohon peak (sejenis bambu yang hidup di rawa-rawa di aliran sungai dan danau.
Siamang Bioa bisa berubah-ubah wujud ketika tampil. Hanya saja penampilannya selalu ketika orang sedang lengah. Karena, Siamang Bioa suka menarik orang yang sedang naik perahu hingga orang tenggelam ke dasar sungai atau Danau Tes.
Ceritya Siamang Bioa lebih dekat di lokasi aliran Bioa Puak (Air Pauh) yang bermuara ke Danau Tes. Air Pauh itu sering juga disebut dengan nama Bioa Putiak yang berasal dari daerah Bukit Daun mengalir di Lembah Sawah Mangkurajo dan muaranya di Danau Tes.
Di kawasan aliran sungai Air Pauh di muaranya di Danau Tes, sering disebut-sebut tempat munculnya Siamang Bioa. Makhluk yang sering berujud dengan gambaran seperti siamang; hitam, berbulu lebat dan bermata tajam. Namun, tubuhnya mirip dengan manusia atau bisa mencapai sebesar manusia normal.
Sering menggangu anggota masyarakat yang sedang mendayung perahu. Biasanya, Siamang Bioa menarik seseorang yang lengah dari dalam air dari belakang, kemudian ditenggelamkannya ke dalam air.
Cerita tersebut, sepertinya tidak masuk akal. Namun, di kalangan masyarakat Desa Kotadonok dan Tes, cerita itu sangat populer. Bahkan, mampu menghambat orang untuk membuka lahan sawah di sekitar Danau Tes yang lokasinya berawa-rawa.
Yang jelas, cerita Siamang Bioa sepanjang dikenal masyarakat redjang di Kotadonok, semua ceritanya sangat menakutkan. Walaupun Siamang Bioa itu sendiri kononnya sangat takut berhadapan langsung dengan manusia.
Semat Belkat
MAKHLUK yang disebut-sebut sebagai jelmaan iblis, setan atau hantu di kalangan masyarakat Redjang di Kotadonok itu, benar-benar menjadi cerita misteri di kalangan masyarakat. Karena, kata semat (setan, hantu, iblis atau makhluk halus) jika terlihat oleh seseorang. Maka, bentuk tubuhnya terus membesar dan meninggi hingga melewati tingginya pohon kelapa.
Konon kabarnya, semat belkat sangat mengerikan serta menakutkan. Baik rupa, tubuh dan pandangan matanya. Semat belkat sering muncul di malam hari. Kalau ia muncul, ia berdiri di tengah jalan dengan melihat ke semua arah di sekitar ia berdiri.
Diceritakan, semat belkat itu sering terlihat oleh anak-anak muda yang pulang dari rumah temannya atau pulang dari pacaran antara pukul 24.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB pagi hari. Atau sering terlihat ketika anggota masyarakat pulang dari mencari ikan atau menyuluak.
Menurut ceritanya, semat belkat itu pernah menampakkan diri di daerah kuburan Desa Kotadonok, di daerah sekitar Pacua Telai (pacua = pancuran, Telai = nama air yang mengalir di tengah-tengah Desa Kotadonok) dan di jalan dekat Kubua Lai (kubua = kuburan, Lai = besar ) Kotadonok.
Diduga cerita misteri semat belkat di kalangan masyarakat Redjang itu memiliki hubungannya dengan makhluk penunggu kampung (desa), yang erat juga kaitannya dengan cerita turun temurun asal muasal suku bangsa Redjang.
Walaupun semat belkat digambarkan sebagai sosok yang mengerikan dan menakutkan. Namun, masyarakat tidak pernah khawatir tentang keberadaan makhluk itu. Sebab, jika benar kebaradaan dan kemunculannya itu ada, jelas makluk bernama semat belkat itu adalah sebangsa jenis jin, setan atau makhuk itu bisa jadi bukan sejenis makhluk yang dikenal dengan sebutan hantu di kalangan masyarakat luas.
Cerita semat belkat itu ada dalam riwayat perjalanan masa ke masa masyarakat redjang di Lebong. Mungkin akan tetap terkenal hingga kiamat kelak. Sebab, cerita itu berkaitan dengan makhluk halus. Hanya, dalam perkembangannya (mungkin) akan dimodifikasi sesuai dengan tingkat dan pola pikir masyarakat Redjang.
Jabolan
Salah satu cerita yang cenderung sebagai mitology rakyat Redjang di Lebong adalah kisah petualangan orang misterius yang sering disebut dengan nama Jabolan. Cerita rakyat ini sepertinya cerita baru sesudah Indonesia merdeka. Namun, tidak ada satupun yang dapat menjelaskan secara nyata, siapa sebenarnya Jabolan itu.
Sedikit kita mundur ke belakang cerita Jabolan, untuk menggambarkan sosok misterius seorang bernama Jabolan. Manusia bernama Jabolan itu memang manusia yang diidentikkan (disamakan) dengan seorang penjahat kelas kakap. Kejahatan yang dilakukannya hanya sejenis. Yaitu menculik orang atau anak-anak untuk dijadikan tumbal sesuatu bangunan. Sebut saja untuk membangun jembatan.
Konon khabarnya, pada zaman Hindia Belanda menanamkan kekuasaan jajahannya di tanah Renah Sekalawi (Lebong sekarang). Untuk membangun sebuah jembatan selalu dikaitkan dengan kepercayaan mistik. Maksudnya, agar jembatan kuat dan tanah lama, maka di bawah atau di dalam pondasi harus ditanam kepala manusia.
Nampaknya kepercayaan orang-orang Belanda zaman Hindia Belanda itu mengambil inti sari kehidupan masyarakat Redjang sebelumnya. Yang walau sudah menganut agama, khususnya Islam. Masih tetap percaya dengan mistik. Kemungkinan kepercayaan itu berasal dari asal muasal orang Redjang pada masa kejayaan Ajai-Ajai (Pemimpin suatu kelompok masyarakat di Redjang) dan masa Bikau. Bikau itu sendiri berasal dari kata Biku atau Bhiksu yang pada umumnya menganut agama Budha. Dari pengertian itu, besar kemungkinan para Bikau yang menggantikan kedudukan para Ajai-Ajai di Lebong (sekarang ini) adalah para penganut Budha yang terpelajar bahkan sudah menyandang status sebagai bhiksu.
Oleh karena itu, kepercayaan menanam kepala manusia sebelum membangun jembatan atau bangunan di tempat yang dianggap angker merupakan peninggalan nenek moyang orang Redjang. Walaupun sekarang kepercayaan itu sudah ditinggalkan. Zaman Orde Lama bahkan masuk ke zaman Orde Baru kepercayaan itu masih ada. Tetapi yang ditanam bukan kepala manusia, melainkan kepala kerbau.
Diperkirakan cerita tentang sosok misterius Jabolan berasal dari kepercayaan tersebut. Tugasnya adalah mencari kepala manusia. Tentu dilakukan dengan cara tersembunyi dan menyembunyikan prihal tentang dirinya.
Masyarakat Redjang di Lebong mayoritas penduduknya bermata pencaharian dari sektor pertanian dan perkebunan. Biasanya sepanjang hari berada di sawah, kebun atau di ladang. Bahkan, banyak dari keluarga orang Redjang itu sampai sebulan lebih berada di kebun atau sawah mereka.
Dengan demikian anak-anak mereka ditinggalkan di kampung atau disebut dengan dusun. Biasanya para orangtua selalu menasehati anak-anak mereka, agar hati-hati. Terutama jangan pergi ke pinggir hutan sendirian atau ke tempat yang sunyi secara sendirian. Biasanya nasihat itu ditambahkan menyebut nama Jabolan sebagai sosok orang yang sangat ditakuti.
Menurut ceritanya, pola kerja Jabolan nyaris sama dengan harimau yang mengintip mangsanya di tengah hutan. Jabolan selalu mengintip orang dari hutan-hutan di sekitar kampung hingga bertemu dengan anak-anak. Walaupun cerita Jabolan begitu populer sampai-sampai sekarang orangtua yang menyebut atau menjuluki anak-anak dan remaja yang nakal, juga dengan sebutan Jabolan.
Pertanyaannya sekarang, apakah betul kisah Jabolan itu nyata? Atau sekedar peringatan para orangtua kepada anak-anaknya saat ditinggalkan di kampung, agar tidak bermain jauh ke tengah hutan. Maklum kampung-kampung di Lebong pada umumnya tidak jauh dari hutan belantara.
Saya sendiri ketika masih sekolah di SDN 1 Kotadonok antara tahun 1966 sampai 1971 sangat kerap mendengar cerita aksi Jabolan dengan menyebut beberapa korbannya di beberapa kampung. Tapi, Jabolan tidak pernah tertangkap oleh masyarakat atau penegak hukum. Ataukah memang ia adalah agennya pemerintah (Zaman Hindia Belanda).
Belum diketahui persis, yang jelas mengidentikkan penjahat dengan Jabolan adalah sesuatu yang tepat. Sebab, predikat Jabolan itu adalah predikat yang diberikan kepada orang yang suka berbuat jahat kepada orang lain, yaitu pekerjaan yang dilakukan adalah menculik orang lain. Tentu, pekerjaan itu ada imbalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar